Adzan dan Iqamah pada dasarnya dimaksudkan untuk menyiar-nyiarkan datangnya waktu salat dan saat didirikannya salat. Seperti yang terkandung dalam surat Al-Maidah ayat 58:" Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan)sholat, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan.
Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yamg tidak mau mempergunakan akal". Karena tujuannya untuk menyiar-nyiarkan seperti itulah, yaitu menyangkut volume suara, maka disyari'atkan agar yang melakukan adzan dan iqamah itu orang laki-laki. Jika yang melakukan adzan dan iqamah orang perempuan, di samping suaranya lebih lemah (dari orang laki-laki) biasanya juga bisa mengundang syhawat (walaupun hanya sedikit saja).
Sehingga para ulama dahulu pun pada beda pendapat mengenai boleh tidaknya orang perempuan melakukan adzan dan iqamah:
(1) ada yang mengharamkan (Malikiyah dan Hanafiyah),
(2) ada yang sekedar memakruhkan khusus untuk adzan dan sunnah untuk iqamah (Syafi'iyah).
Berdasar prinsip-prinsip di atas, maka jika
(1) dalam suatu jama'ah itu terdapat orang laki-laki, maka seyogyanya yang laki-laki itu yang melakukan adzan dan iqamah. Tak beda, baik jama'ah sedikit atau banyak;
(2) demikian juga jika dalam suatu jama'ah terdapat seorang bencong dan lainnya perempuan, maka dialah yang harus melakukan adzan dan iqamah;
(3) dan jika semua anggota jama'ah itu perempuan, maka salah satu perempuan antara mereka yang melakukan adzan dan iqamah.
Kasus ketiga ini bisa didasarkan pada kasusnya Sayidah 'Aisyah ra. bahwa suatu saat beliau melakukan adzan, iqamah, dan sekaligus mengimami jama'ah yang semuanya terdiri dari orang perempuan (HR. Baihaqi)
http://pesantrenvirtual
Tidak ada komentar:
Posting Komentar