Menurut bahasa, aqiqah berarti rambut yang ada pada kepala anak-anak yang dilahirkan. Sedangkan menurut istilah, artinya adalah hewan yang disembelih untuk anak (yang utamanya diselenggarakan) pada hari ketujuh dari kelahirannya.
Dalam kitab al-Muqaddimah al-Hadhramiyyah dikatakan, “Aqiqah itu sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan) seperti udh-hiyyah (qurban). Dan waktunya adalah sejak anak dilahirkan sampai ia baligh. Kemudian (setelah baligh) bolehlah ia beraqiqah untuk dirinya sendiri. Dan yang utama adalah pada hari ketujuh.” Jadi, waktu yang paling utama untuk aqiqah adalah pada hari ketujuh kelahirannya. Tetapi setelah itu masih tetap disunnahkan sampai ia baligh. Jika sampai baligh orangtuanya belum mampu juga untuk membuatkan aqiqah, jika ia sendiri suatu saat mampu, ia dapat beraqiqah untuk dirinya sendiri.
Sebagaimana aqiqah, qurban juga hukumnya sunnah muakkadah dan persyaratan hewannya sama dengan aqiqah. Meskipun demikian, terdapat beberapa perbedaan di antara keduanya.
Pertama, waktu aqiqah tidak tertentu, artinya kapan saja, tergantung kelahiran anaknya, sedangkan qurban dilakukan hanya pada hari nahar (hari raya ‘Idul Adha) dan hari-hari tasyriq (11, 12, dan 13 Dzulhijjah).
Kedua, aqiqah adalah untuk kanak-kanak yang dilahirkan, sedangkan qurban untuk tiap orang.
Ketiga, aqiqah tidak wajib disedekahkan dagingnya yang mentah, sedang pada qurban wajib disedekahkan sebagian dagingnya yang mentah.
Keempat, kesunnahan aqiqah hanya sekali untuk setiap anak, sedangkan qurban disunnahkan tiap tahun bagi yang mampu.
Aqiqah termasuk petunjuk Rasulullah dalam rangka kelahiran anak. Selain aqiqah, disunnahkan juga mengadzani anak yang baru dilahirkan pada telinga kanannya dan membacakan iqamah pada telinga kirinya. Dalam hadits yang diriwayatkan dari Samurah dikatakan, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Tiap anak itu tergadai dengan aqiqahnya yang disembelihkan untuknya pada hari ketujuh kelahirannya, diberikan nama pada hari itu dan dicukur rambutnya’.” Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Khamsah (lima ahli hadits) kecuali At-Tirmidzi.
Menurut para ulama, arti “anak itu tergadai dengan aqiqahnya” adalah, apabila ia meninggal dunia di waktu kecil, sedangkan dia belum diaqiqahkan padahal orangtuanya mampu, anak itu tidak akan memberi syafa’at kepada ibu-bapaknya. Di antara yang memahami seperti itu adalah Imam Ahmad bin Hanbal.
Diriwayatkan pula dari Aisyah RA, ia berkata ia, “Rasulullah SAW telah memerintahkan kami membuat aqiqah untuk anak perempuan seekor kambing dan untuk anak laki-laki dua ekor kambing.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah). Dan diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas RA, “Rasulullah SAW membuat aqiqah untuk Al-Husein dan Al-Hasan masing-masing dua ekor biri-biri.” (HR Abu Daud dan An-Nasa`i).
Selain aqiqah, hal-hal lain yang baik untuk dilakukan saat seorang anak baru dilahirkan adalah:
Pertama, disuapi dengan sesuatu yang manis, karena Rasulullah SAW pernah menyuapi anak yang baru lahir dengan kurma.
Kedua, hendaklah dibacakan adzan di telinganya yang kanan dan iqamah di telinganya yang kiri. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan At-Tirmidzi disebutkan, “Sesungguhnya Rasulullah SAW adzan pada telinga Al-Husain ketika Fathimah melahirkannya.”
Dalam hadits lain dari Al-Husain bin Ali disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa anaknya lahir lalu ia membacakan adzan di telinganya yang kanan dan iqamah di telinganya yang kiri, niscaya selamatlah anak itu dari jin.” Diriwayatkan oleh Ibnus Sunni.
sumber dari : Majalah Alkisah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar